ANIMASI TRADISIONAL
Definisi Animasi Tradisional
Animasi
tradisional merupakan animasi yang di hasilkan atau dibuat melalui tangan. Animasi
ini digunakan untuk film-film pada abad ke 20. Bingkai individu film ini adalah gambar-gambar lukisan, yang mula-mula dilukis
di atas kertas. Tradisional animasi juga sering disebut cel
animation karena teknik pengerjaannya dilakukan pada celluloid
transparent. Mentransfer satu frame ke frame lain, membersihkan cels plastik,
cat tangan, dan kemudian film secara berurutan atas gambar latar
belakang. Proses ini membutuhkan tim seniman, seniman clean-up (tim yang
membuat gambar kasar jadi lebih rapih), pelukis, sutradara, seniman latar
belakang, dan kru film / kamera, bersama dengan seniman storyboard dan penulis
naskah untuk bekerja di luar konsep asli, untuk proyek skala besar, jumlah
waktu, tenaga , dan peralatan yang terlibat juga berjumlah sangat banyak. Pada
pembuatan animasi tradisional, setiap tahap gerakan digambar satu persatu di
atas cel. Namun metode ini sudah jarang atau bahkan tidak di gunakan lagi
sejak tahun 1990 karena munculnya teknik animasi dengan komputer.
Kebanyakan kita mengatakan jenis animasi ini adalah animasi 2 dimensi. hal ini dikarenakan wujud visual dari animasi ini berkesan flat atau datar, sehingga dikatakan animasi 2 dimensi.
Kebanyakan kita mengatakan jenis animasi ini adalah animasi 2 dimensi. hal ini dikarenakan wujud visual dari animasi ini berkesan flat atau datar, sehingga dikatakan animasi 2 dimensi.
Abstract
Pada zaman dahulu kala, sebelum komputer
ditemukan. Manusia membuat film animasi dengan menggambar tokoh-tokohnya di
kertas putih kosong. Bak tongkat sihir, tangan-tangan terampil para animator
menghidupkan cerita dongeng dengan gambar-gambar indah.Walt Disney dianggap
sebagai pelopor seni animasi yang menyajikan kita karakter mulai dari Miki
Tikus, Donal Bebek, Paman Gober, dll. Namun, selain tokoh-tokoh kartun nan lucu
itu, Disney juga menyuguhkan kita film-film animasi panjang (feature length
animation) hasil kreasi keajaiban tangan-tangan animatornya.Pada Tahun 1995,
Disney merilis Toy Story yang dibuat Pixar. Sejak itu era keemasan animasi
komputer dimulai. Sejak Toy Story, lebih banyak film animasi yang dibuat dengan
komputer ketimbang gambar tangan. Film animasi gambar tangan alias animasi
tradisional The Lion King, yang aslinya di rilis pada tahun 1994, dirilis ulang
dalam format 3D. Hasilnya, selama 2 pekan The Lion King (3D) merajai puncak box
office mengalahkan film-film yang dibintangi Brad Pitt, Morgan Freeman, maupun
Robert DeNiro.
Animasi Tradisional
Pada zaman dahulu kala, sebelum komputer
ditemukan. Manusia membuat film animasi dengan menggambar tokoh-tokohnya di
kertas putih kosong. Bak tongkat sihir, tangan-tangan terampil para
animator menghidupkan cerita dongeng dengan gambar-gambar indah. Walt Disney
dianggap sebagai pelopor seni animasi yang menyajikan kita karakter mulai dari
Miki Tikus, Donal Bebek, Paman Gober, dll. Namun, selain tokoh-tokoh kartun nan
lucu itu, Disney juga menyuguhkan kita film-film animasi panjang (feature
length animation) hasil kreasi keajaiban tangan tangan animatornya.Pada Tahun
1995, Disney merilis Toy Story yang dibuat Pixar.
Sejak itu era keemasan animasi komputer dimulai.
Sejak Toy Story, lebih banyak film animasi yang dibuat dengan komputer
ketimbang gambar tangan. Film
animasi
gambar tangan alias animasi tradisional The Lion King, yang aslinya di rilis
pada tahun 1994, dirilis ulang dalam format 3D. Hasilnya, selama 2 pekan The
Lion King (3D) merajai puncak box office mengalahkan film-film yang dibintangi
Brad Pitt, Morgan Freeman, maupun Robert DeNiro. Memperingati kembalinya
kedigdayaan animasi tradisional Walt Disney di puncak box office, Disney
merating 10 film animasi tradisional yang terbaik selama ini. Hasilnya, ini dia
10 pilihan film terbaik Walt Disney:
1. Pinocchio, 1940
2. Beauty and the Beast, 1991
3. Fantasia, 1940
4. Snow White and Seven Dwarfs, 1937
5. The Lion King, 1994
6. Cinderella, 1950
7. The Little Mermaid, 1989
8. Tarzan, 1999
9. Lady and the Tramp, 1955
10. Pocahontas, 1995
Dikatakan animasi Tradisional karena di buat dengan tangan. Dan teknik ini
adalah jenis animasi pertama yang ada di dunia.
Tipe Animasi Tradisional
1. Tipe animasi tradisional
Cel animation
- Berdasarkan pada
perubahan yang terjadi dari satu frame ke frame berikutnya
- Digambar
pada celluloid sheets (sehingga dinamakan Cel animation) yang
sekarang
- Bina Nusantara
digantikan oleh layer-layer digital
- Path animation
- Menggerakkan obyek
di layar di sepanjang jalur yang telah ditentukan
Jenis- jenis Animasi
Tradisional
1. Jenis – jenis animasi tradisional
a. Zoetrope (180 AD; 1834)
Zoetrope adalah
perangkat yang menciptakan citra gambar bergerak. Awal [rujukan?] Zoetrope
dasar diciptakan di China sekitar 180 Masehi oleh penemu Ting Huan produktif (丁 缓). Terbuat dari kertas tembus atau panel mika, Huan tergantung perangkat di
atas lampu. Udara berubah naik baling-baling di bagian atas dari yang
tergantung gambar dilukis di panel akan muncul untuk bergerak jika perangkat
berputar pada kecepatan yang tepat [5] [6] [7] [8]. Para zoetrope modern diproduksi pada tahun 1834 oleh
William George Horner. Perangkat dasarnya adalah sebuah silinder dengan celah
vertikal di sekitar sisi. Sekitar tepi bagian dalam dari silinder ada
serangkaian gambar di sisi berlawanan dengan celah. Sebagai silinder diputar,
pengguna kemudian terlihat melalui celah untuk melihat ilusi gerak. Zoetrope
ini masih digunakan dalam program animasi untuk menggambarkan konsep awal
animasi.
b. Lentera ajaib
Lentera ajaib
adalah pendahulu dari proyektor modern. Ini terdiri dari lukisan minyak tembus
dan lampu sederhana. Bila disatukan dalam sebuah ruangan gelap, gambar akan
muncul lebih besar pada permukaan yang datar. Athanasius Kircher berbicara
tentang hal ini berasal dari Cina pada abad ke-16 [rujukan?]. Beberapa slide
untuk lentera berisi bagian-bagian yang bisa digerakkan secara mekanis untuk
menyajikan gerakan terbatas di layar.
c. Thaumatrope (1824)
Thaumatrope
Sebuah mainan sederhana yang digunakan di era Victoria. Thaumatrope adalah disk
lingkaran kecil atau kartu dengan dua gambar yang berbeda di setiap sisi yang
melekat pada seutas tali atau sepasang string berjalan melalui pusat. Ketika
string adalah memutar-mutar cepat antara jari, dua gambar muncul untuk
bergabung menjadi satu gambar. Thaumatrope ini menunjukkan fenomena Phi,
kemampuan otak untuk terus merasakan gambar. Penemuan adalah dikreditkan
beragam [rujukan?] Charles Babbage, Peter Roget, atau John Ayrton Paris, tetapi
Paris diketahui telah digunakan untuk menggambarkan satu fenomena Phi pada 1824
ke Royal College of Physicians.
d. Phenakistoscope (1831)
Sebuah disk
phenakistoscope oleh Eadweard Muybridge (1893). Phenakistoscope adalah perangkat
animasi awal, pendahulu dari zoetrope tersebut. Ini diciptakan pada tahun 1831
bersamaan dengan Belgia dan Joseph Plateau Simon von Stampfer Austria.
e. Sandal buku (1868)
Buku Flip
pertama dipatenkan pada 1868 oleh John Barnes Linnet. Buku sandal itu lagi
pembangunan yang membawa kita lebih dekat dengan animasi modern. Seperti
zoetrope, Kitab flip menciptakan ilusi gerak. Satu set gambar berurutan
membalik pada kecepatan tinggi menciptakan efek ini. Para Mutoscope (1894) pada
dasarnya adalah sebuah buku sandal dalam sebuah kotak dengan pegangan engkol
untuk membalik halaman.
f. Praxinoscope (1877)
Para
praxinoscope, ditemukan oleh ilmuwan Perancis Charles – Émile Reynaud,
merupakan versi lebih canggih dari zoetrope tersebut. Ini digunakan mekanisme
dasar yang sama strip gambar ditempatkan pada bagian dalam silinder berputar,
tapi bukannya melihat melalui celah, itu dilihat dalam serangkaian kecil,
cermin stasioner di sekitar bagian dalam silinder, sehingga animasi akan
tinggal di tempat, dan memberikan gambar lebih jelas dan kualitas yang lebih
baik. Reynaud juga mengembangkan versi yang lebih besar dari praxinoscope yang
dapat diproyeksikan ke sebuah layar, yang disebut Optique Théâtre.
Cara Kerja Animasi
Tradisional
Cel animasi
mengacu kembali ke cara Tradisional animasi dalam satu set gambar
tangan. Dalam proses animasi, gambar banyak diciptakan yang sedikit berbeda
tetapi progresif di alam, untuk menggambarkan tindakan-tindakan tertentu.
Telusuri gambar pada lembar yang jelas. Lembar jelas adalah dikenal sebagai cel
dan merupakan media untuk menggambar frame. Sekarang menggambar garis besar
untuk foto-foto dan pewarnaan mereka pada kembali dari cel tersebut. Cel
merupakan metode yang efektif yang membantu untuk menghemat banyak waktu dengan
menggabungkan karakter dan latar belakang. Ini juga memungkinkan untuk
menempatkan gambar-gambar sebelumnya di atas latar belakang lain atau cels
setiap saat diperlukan. Di sini, Anda tidak perlu menggambar gambar yang
identik lagi karena memiliki kemampuan menyimpan animasi sebelumnya yang dapat
dimanfaatkan bila diperlukan.
Mewarnai latar
belakang mungkin tugas yang lebih sulit daripada satu gambar, karena mencakup
seluruh gambar. Latar Belakang membutuhkan shading dan pencahayaan dan dapat
dilihat untuk durasi yang lebih lama. Kemudian gunakan kamera digital Anda
untuk memotret gambar-gambar ini. Sekarang, animasi cel dibuat ekstra menarik
melalui penggunaan gambar-gambar bersama dengan musik, efek suara dan
pencocokan asosiasi waktu untuk setiap efek. Misalnya Untuk menunjukkan ini
kartun, 10-12 frame yang dimainkan dalam suksesi cepat per detik untuk
menawarkan ilustrasi gerak dalam sebuah animasi cel.
Film Animasi & Nilai Humanisnya
Animasi biasanya identik
dengan menggambar , meski tidak menutup kemungkinan untuk membuat animasi
melalui medium lainnya seperti fotografi ataupun objek. Hal ini terutama karena
pada dasarnya animasi adalah menciptakan gerakan, dan cara termudah adalah
dengan menggambar rangkaian gerakan. Sehingga bisa dikatakan bahwa animasi
adalah media berbasis kartun. Kesamaan dalam visualisasi antara komik strip
(yang dikenal juga sebagai kartun strip) dengan animasi membuat istilah film
kartun menjadi semakin lekat dengan animasi. Istilah film kartun sendiri memiliki
nilai plus dan minus. Nilai plusnya adalah karena kartun adalah cara menggambar
yang biasanya menyederhanakan objeknya, menangkap esensi dari objek tersebut
tetapi tetap mampu merepresentasikan objek orisinil-nya. Justru karena
penyederhanaan inilah yang membuat kartun menjadi mudah untuk diikuti dan
direspon dibandingkan sesuatu yang secara visual, realistik. Hal ini disebabkan
karena kartun adalah bentuk penguatan melalui penyederhanaan (amplification
through simplification) . Dengan penyederhanaan, khususnya pada karakter, akan
membuat pemirsa lebih mudah melakukan role playing dan menjadi `satu’ dengan
karakter tersebut. Hal inilah yang menyebabkan mengapa gambar-gambar kartun
bisa disukai oleh beragam orang, melintasi batas usia hingga negara. Akan lebih
mudah untuk ‘mendengarkan’ apa yang dikatakan karakter kartun dibandingkan bila
hal yang sama disampaikan oleh karakter yang terlihat lebih realistik. Hanya
saja, bentuk kartun yang sederhana dan cenderung jauh dari bentuk-bentuk
realistis ini juga membawa stigma yang kurang menguntungkan: cap bahwa film
kartun adalah hanya untuk konsumsi anak-anak saja. Hal ini terutama disebabkan
bentuk-bentuk kartun yang kebanyakan sederhana dan lucu, seperti karakter
Mickey Mouse, Donald Duck atau Totoro. Di Indonesia misalnya, seorang dewasa
yang gemar menonton film animasi/film kartun biasanya akan digoda karena
dianggap masih belum dewasa karena masih suka melihat film animasi tadi. Hal
ini bisa jadi membuat eksplorasi film kartun/animasi sebagai sebuah medium menjadi
lebih terbatas. Sebenarnya permainan sejauh mana tingkat penyederhanaan dari
gambar kartun yang kita buat bisa sesuaikan dengan kebutuhan dan konteks dari
untuk tujuan apa animasi yang akan kita buat. Jika kita menggambar sebuah dunia
dengan gaya yang sangat kartun, maka jika benda-benda mati yang ada di dalam
dunia tersebut tiba-tiba melompat dan menyanyi, maka hal itu masih bisa kita
percayai. Tetapi jika kita ingin menampilkan kompleksitas serta kenyataan dari
dunia ini, maka ada tingkat kerealistikan akan memainkan peran yang cukup
penting. Misalnya begini. Saat Walt Disney mulai menganimasikan Snow White and
the Seven Dwarves, mereka menemukan satu fakta bahwa saat mereka menggarap para
kurcaci, yang dipentingkan di sana adalah karakterisasi dari masing-masing
kurcaci tadi. Karena memiliki penampilan yang sangat kartun apalagi setiap
karakter kurcaci cenderung harus berekspresi secara berlebih-lebihan
(exaggerated) , maka gerakan-gerakan yang dibuat memiliki ruang jeda yang cukup
luas bagi kemungkinan kesalahan gerakan. Tetapi saat menggarap Snow White yang
notabene terlihat sebagai sosok putri dengan unsur manusia yang tinggi, maka
seluruh gerakan yang dibuat harus benar-benar mendekati gerakan manusia. Jika
tidak, maka gerakan yang `salah’ tadi akan membuat Snow White menjadi aneh (out
of character). Bagaimana kita menentukan tingkat penyederhanaan dalam kartun
ini menjadi penting karena para pencerita dalam berbagai media telah mengetahui
bahwa cara untuk melibatkan pemirsa adalah dengan meningkatkan tingkat
identifikasi pemirsa terhadap karakter dalam cerita. Dan karena identifikasi
pemirsa pada karakter-karakter dalam cerita merupakan spesialisasi kartun, maka
film kartun/animasi memiliki keuntungan dalam mendobrak masuk ke dalam budaya
popular Animasi dan Nilai-nilai Kemanusiaan/ Human Interest Melihat potensi
animasi yang dengan kekuatan kartunnya mampu melintasi batas-batas usia,
gender, ras hingga Negara, maka media ini bisa pula dimanfaatkan untuk
menyentuh tematema yang tidak biasa bahkancenderung tabu tanpa menimbulkan
gejolak jika hal yang sama disampaikan oleh media yang lebih realistik. Salah
satunya adalah film animasi dengan tema-tema yang terkait dengan nilai-nilai
kemanusiaan (human interest). Menariknya adalah melihat bagaimana kisah-kisah
yang sebenarnya tidak enak di sini bisa ditampilkan secara menyentuh, tidak
membuat kita marah terhadap `ketidakadilan’ dalam perlakuan sosial
masyarakatnya tetapi justru membuat kita merenung dan tergerak untuk berbuat
yang lebih baik bagi lingkungan kita. Karena apa yang ditampilkan dalam
antologi animasi ini adalah sebuah potret yang jujur tentang apa yang terjadi
di lingkungan kita sendiri. Memang, bagaimanapun tetap tidak mudah dalam
mengangkat tema-tema yang sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan ke dalam format
animasi. Meski secara bentuk medium animasi telah memiliki kelebihan-kelebihan
karena sifatnya yang berbasis pada dunia kartun yang lebih mudah untuk diterima
masyarakat luas, tetap dibutuhkan kebijakan dan kehati-hatian dalam
pengungkapannya. Pemilihan tema serta pendekatan seperti apa yang ingin
digunakan saat membuat film animasi dengan tema-tema seperti ini akan memegang
peran yang sangat penting. Ada tema-tema yang lebih masuk jika disampaikan
melalui pendekatan humor dan komedi tetapi sarat akan unsur-unsur satir, ada
juga tema yang lebih mengena dan menyentuh jika disampaikan melalui pendekatan
yang lebih realistis. Juga bagaimana menentukan tentang bagaimana kisah tadi
diceritakan (plot dan storytelling) . Apakah menggunakan pendekatan langsung
(straight to the point) ataukah dengan sindiran halus,ataukah dengan jalan
memutar dan pemanfaatan unsur simbolisasi? Di sinilah, kepekaan dari seorang
sutradara dan animator akan memegang peran yang cukup krusial. Media animasi,
seperti halnya media-media lainnya memiliki cakupan pemanfaatan yang hampir
tidak terbatas. Didukung dengan dasar medianya yang berawal dari gambar dan
kartun membuat animasi memiliki beberapa keunggulan, terutama dalam bagaimana
animasi bisa dengan mudah diterima oleh beragam kalangan masyarakat dan
kemampuannya untuk survival, bertahan untuk berada di dalam pikiran kita dalam
jangka waktu yang sangat lama. Maka akan sangat
Disayangkan jika potensi
seperti kemudian jatuh terjebak stigma-stigma yang akhirnya membatasi
kemungkinan eksplorasi media tersebut Salah satu potensi yang bisa dimanfaatkan
adalah menggunakan media animasi untuk merambah tema-tema kemanusiaan/ human
interest. Melihat kondisi social masyarakat kita saat ini, tampaknya menjadi
hal yang penting untuk mengedepankan pentingnya nilai-nilai kemanusiaan tadi
sebagai potret yang jujur terhadap apa yang sedang terjadi di sekitar kita,
mengangkat dan menyentuh persoalan-persoalan yang kritis, tetapi tetap
berhati-hati dalam penyampaiannya karena yang dituju adalah kondisi yang lebih
baik. Media animasi tampaknya memiliki potensi besar yang bisa dimanfaatkan
untuk itu, dan sekarang tinggal bagaimana kita, terutama kalangan animator
untuk menyikapinya.
Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar