Selasa, 04 Juni 2013

ANIMASI TRADISIONAL



ANIMASI TRADISIONAL

Definisi Animasi Tradisional
        Animasi tradisional merupakan animasi yang di hasilkan atau dibuat melalui tangan. Animasi ini digunakan untuk film-film pada abad ke 20. Bingkai individu film ini adalah gambar-gambar lukisan, yang mula-mula dilukis di atas kertas. Tradisional animasi juga sering disebut cel animation karena teknik pengerjaannya dilakukan pada celluloid transparent. Mentransfer satu frame ke frame lain, membersihkan cels plastik, cat tangan, dan kemudian film  secara berurutan atas gambar latar belakang. Proses ini membutuhkan tim seniman, seniman clean-up (tim yang membuat gambar kasar jadi lebih rapih), pelukis, sutradara, seniman latar belakang, dan kru film / kamera, bersama dengan seniman storyboard dan penulis naskah untuk bekerja di luar konsep asli, untuk proyek skala besar, jumlah waktu, tenaga , dan peralatan yang terlibat juga berjumlah sangat banyak. Pada pembuatan animasi tradisional, setiap tahap gerakan digambar satu persatu di atas cel. Namun  metode ini sudah jarang atau bahkan tidak di gunakan lagi sejak tahun 1990 karena munculnya teknik animasi dengan komputer.
Kebanyakan kita mengatakan jenis animasi ini adalah animasi 2 dimensi. hal ini dikarenakan wujud visual dari animasi ini berkesan flat atau datar, sehingga dikatakan animasi 2 dimensi. 
Abstract
Pada zaman dahulu kala, sebelum komputer ditemukan. Manusia membuat film animasi dengan menggambar tokoh-tokohnya di kertas putih kosong. Bak tongkat sihir, tangan-tangan terampil para animator menghidupkan cerita dongeng dengan gambar-gambar indah.Walt Disney dianggap sebagai pelopor seni animasi yang menyajikan kita karakter mulai dari Miki Tikus, Donal Bebek, Paman Gober, dll. Namun, selain tokoh-tokoh kartun nan lucu itu, Disney juga menyuguhkan kita film-film animasi panjang (feature length animation) hasil kreasi keajaiban tangan-tangan animatornya.Pada Tahun 1995, Disney merilis Toy Story yang dibuat Pixar. Sejak itu era keemasan animasi komputer dimulai. Sejak Toy Story, lebih banyak film animasi yang dibuat dengan komputer ketimbang gambar tangan. Film animasi gambar tangan alias animasi tradisional The Lion King, yang aslinya di rilis pada tahun 1994, dirilis ulang dalam format 3D. Hasilnya, selama 2 pekan The Lion King (3D) merajai puncak box office mengalahkan film-film yang dibintangi Brad Pitt, Morgan Freeman, maupun Robert DeNiro. 
Animasi Tradisional
Pada zaman dahulu kala, sebelum komputer ditemukan. Manusia membuat film animasi dengan menggambar tokoh-tokohnya di kertas putih kosong.  Bak tongkat sihir, tangan-tangan terampil para animator menghidupkan cerita dongeng dengan gambar-gambar indah. Walt Disney dianggap sebagai pelopor seni animasi yang menyajikan kita karakter mulai dari Miki Tikus, Donal Bebek, Paman Gober, dll. Namun, selain tokoh-tokoh kartun nan lucu itu, Disney juga menyuguhkan kita film-film animasi panjang (feature length animation) hasil kreasi keajaiban tangan tangan animatornya.Pada Tahun 1995, Disney merilis Toy Story yang dibuat Pixar. 
Sejak itu era keemasan animasi komputer dimulai. Sejak Toy Story, lebih banyak film animasi yang dibuat dengan komputer ketimbang gambar tangan. Film
animasi gambar tangan alias animasi tradisional The Lion King, yang aslinya di rilis pada tahun 1994, dirilis ulang dalam format 3D. Hasilnya, selama 2 pekan The Lion King (3D) merajai puncak box office mengalahkan film-film yang dibintangi Brad Pitt, Morgan Freeman, maupun Robert DeNiro. Memperingati kembalinya kedigdayaan animasi tradisional Walt Disney di puncak box office, Disney merating 10 film animasi tradisional yang terbaik selama ini. Hasilnya, ini dia 10 pilihan film terbaik Walt Disney:
1. Pinocchio, 1940
2. Beauty and the Beast, 1991
3. Fantasia, 1940
4. Snow White and Seven Dwarfs, 1937
5. The Lion King, 1994
6. Cinderella, 1950
7. The Little Mermaid, 1989
8. Tarzan, 1999
9. Lady and the Tramp, 1955
10. Pocahontas, 1995
 
Dikatakan animasi Tradisional karena di buat dengan tangan. Dan teknik ini adalah jenis animasi pertama yang ada di dunia.

Tipe Animasi Tradisional
1.      Tipe animasi tradisional
Cel animation
-          Berdasarkan pada perubahan yang terjadi dari satu frame ke frame berikutnya
-          Digambar pada celluloid sheets (sehingga dinamakan Cel animation) yang sekarang
-          Bina Nusantara digantikan oleh layer-layer digital
-          Path animation
-          Menggerakkan obyek di layar di sepanjang jalur yang telah ditentukan


Jenis- jenis Animasi Tradisional
1.      Jenis – jenis animasi tradisional
a.       Zoetrope (180 AD; 1834)
Zoetrope adalah perangkat yang menciptakan citra gambar bergerak. Awal [rujukan?] Zoetrope dasar diciptakan di China sekitar 180 Masehi oleh penemu Ting Huan produktif ( ). Terbuat dari kertas tembus atau panel mika, Huan tergantung perangkat di atas lampu. Udara berubah naik baling-baling di bagian atas dari yang tergantung gambar dilukis di panel akan muncul untuk bergerak jika perangkat berputar pada kecepatan yang tepat [5] [6] [7] [8]. Para zoetrope modern diproduksi pada tahun 1834 oleh William George Horner. Perangkat dasarnya adalah sebuah silinder dengan celah vertikal di sekitar sisi. Sekitar tepi bagian dalam dari silinder ada serangkaian gambar di sisi berlawanan dengan celah. Sebagai silinder diputar, pengguna kemudian terlihat melalui celah untuk melihat ilusi gerak. Zoetrope ini masih digunakan dalam program animasi untuk menggambarkan konsep awal animasi.
b.      Lentera ajaib
Lentera ajaib adalah pendahulu dari proyektor modern. Ini terdiri dari lukisan minyak tembus dan lampu sederhana. Bila disatukan dalam sebuah ruangan gelap, gambar akan muncul lebih besar pada permukaan yang datar. Athanasius Kircher berbicara tentang hal ini berasal dari Cina pada abad ke-16 [rujukan?]. Beberapa slide untuk lentera berisi bagian-bagian yang bisa digerakkan secara mekanis untuk menyajikan gerakan terbatas di layar.
c.       Thaumatrope (1824)
Thaumatrope Sebuah mainan sederhana yang digunakan di era Victoria. Thaumatrope adalah disk lingkaran kecil atau kartu dengan dua gambar yang berbeda di setiap sisi yang melekat pada seutas tali atau sepasang string berjalan melalui pusat. Ketika string adalah memutar-mutar cepat antara jari, dua gambar muncul untuk bergabung menjadi satu gambar. Thaumatrope ini menunjukkan fenomena Phi, kemampuan otak untuk terus merasakan gambar. Penemuan adalah dikreditkan beragam [rujukan?] Charles Babbage, Peter Roget, atau John Ayrton Paris, tetapi Paris diketahui telah digunakan untuk menggambarkan satu fenomena Phi pada 1824 ke Royal College of Physicians.
d.      Phenakistoscope (1831)
Sebuah disk phenakistoscope oleh Eadweard Muybridge (1893). Phenakistoscope adalah perangkat animasi awal, pendahulu dari zoetrope tersebut. Ini diciptakan pada tahun 1831 bersamaan dengan Belgia dan Joseph Plateau Simon von Stampfer Austria.
e.       Sandal buku (1868)
Buku Flip pertama dipatenkan pada 1868 oleh John Barnes Linnet. Buku sandal itu lagi pembangunan yang membawa kita lebih dekat dengan animasi modern. Seperti zoetrope, Kitab flip menciptakan ilusi gerak. Satu set gambar berurutan membalik pada kecepatan tinggi menciptakan efek ini. Para Mutoscope (1894) pada dasarnya adalah sebuah buku sandal dalam sebuah kotak dengan pegangan engkol untuk membalik halaman.
f.       Praxinoscope (1877)
Para praxinoscope, ditemukan oleh ilmuwan Perancis Charles – Émile Reynaud, merupakan versi lebih canggih dari zoetrope tersebut. Ini digunakan mekanisme dasar yang sama strip gambar ditempatkan pada bagian dalam silinder berputar, tapi bukannya melihat melalui celah, itu dilihat dalam serangkaian kecil, cermin stasioner di sekitar bagian dalam silinder, sehingga animasi akan tinggal di tempat, dan memberikan gambar lebih jelas dan kualitas yang lebih baik. Reynaud juga mengembangkan versi yang lebih besar dari praxinoscope yang dapat diproyeksikan ke sebuah layar, yang disebut Optique Théâtre.


Cara Kerja Animasi Tradisional
Cel animasi mengacu kembali ke cara Tradisional animasi dalam satu set gambar tangan. Dalam proses animasi, gambar banyak diciptakan yang sedikit berbeda tetapi progresif di alam, untuk menggambarkan tindakan-tindakan tertentu. Telusuri gambar pada lembar yang jelas. Lembar jelas adalah dikenal sebagai cel dan merupakan media untuk menggambar frame. Sekarang menggambar garis besar untuk foto-foto dan pewarnaan mereka pada kembali dari cel tersebut. Cel merupakan metode yang efektif yang membantu untuk menghemat banyak waktu dengan menggabungkan karakter dan latar belakang. Ini juga memungkinkan untuk menempatkan gambar-gambar sebelumnya di atas latar belakang lain atau cels setiap saat diperlukan. Di sini, Anda tidak perlu menggambar gambar yang identik lagi karena memiliki kemampuan menyimpan animasi sebelumnya yang dapat dimanfaatkan bila diperlukan.
Mewarnai latar belakang mungkin tugas yang lebih sulit daripada satu gambar, karena mencakup seluruh gambar. Latar Belakang membutuhkan shading dan pencahayaan dan dapat dilihat untuk durasi yang lebih lama. Kemudian gunakan kamera digital Anda untuk memotret gambar-gambar ini. Sekarang, animasi cel dibuat ekstra menarik melalui penggunaan gambar-gambar bersama dengan musik, efek suara dan pencocokan asosiasi waktu untuk setiap efek. Misalnya Untuk menunjukkan ini kartun, 10-12 frame yang dimainkan dalam suksesi cepat per detik untuk menawarkan ilustrasi gerak dalam sebuah animasi cel.
Film Animasi & Nilai Humanisnya
Animasi biasanya identik dengan menggambar , meski tidak menutup kemungkinan untuk membuat animasi melalui medium lainnya seperti fotografi ataupun objek. Hal ini terutama karena pada dasarnya animasi adalah menciptakan gerakan, dan cara termudah adalah dengan menggambar rangkaian gerakan. Sehingga bisa dikatakan bahwa animasi adalah media berbasis kartun. Kesamaan dalam visualisasi antara komik strip (yang dikenal juga sebagai kartun strip) dengan animasi membuat istilah film kartun menjadi semakin lekat dengan animasi. Istilah film kartun sendiri memiliki nilai plus dan minus. Nilai plusnya adalah karena kartun adalah cara menggambar yang biasanya menyederhanakan objeknya, menangkap esensi dari objek tersebut tetapi tetap mampu merepresentasikan objek orisinil-nya. Justru karena penyederhanaan inilah yang membuat kartun menjadi mudah untuk diikuti dan direspon dibandingkan sesuatu yang secara visual, realistik. Hal ini disebabkan karena kartun adalah bentuk penguatan melalui penyederhanaan (amplification through simplification) . Dengan penyederhanaan, khususnya pada karakter, akan membuat pemirsa lebih mudah melakukan role playing dan menjadi `satu’ dengan karakter tersebut. Hal inilah yang menyebabkan mengapa gambar-gambar kartun bisa disukai oleh beragam orang, melintasi batas usia hingga negara. Akan lebih mudah untuk ‘mendengarkan’ apa yang dikatakan karakter kartun dibandingkan bila hal yang sama disampaikan oleh karakter yang terlihat lebih realistik. Hanya saja, bentuk kartun yang sederhana dan cenderung jauh dari bentuk-bentuk realistis ini juga membawa stigma yang kurang menguntungkan: cap bahwa film kartun adalah hanya untuk konsumsi anak-anak saja. Hal ini terutama disebabkan bentuk-bentuk kartun yang kebanyakan sederhana dan lucu, seperti karakter Mickey Mouse, Donald Duck atau Totoro. Di Indonesia misalnya, seorang dewasa yang gemar menonton film animasi/film kartun biasanya akan digoda karena dianggap masih belum dewasa karena masih suka melihat film animasi tadi. Hal ini bisa jadi membuat eksplorasi film kartun/animasi sebagai sebuah medium menjadi lebih terbatas. Sebenarnya permainan sejauh mana tingkat penyederhanaan dari gambar kartun yang kita buat bisa sesuaikan dengan kebutuhan dan konteks dari untuk tujuan apa animasi yang akan kita buat. Jika kita menggambar sebuah dunia dengan gaya yang sangat kartun, maka jika benda-benda mati yang ada di dalam dunia tersebut tiba-tiba melompat dan menyanyi, maka hal itu masih bisa kita percayai. Tetapi jika kita ingin menampilkan kompleksitas serta kenyataan dari dunia ini, maka ada tingkat kerealistikan akan memainkan peran yang cukup penting. Misalnya begini. Saat Walt Disney mulai menganimasikan Snow White and the Seven Dwarves, mereka menemukan satu fakta bahwa saat mereka menggarap para kurcaci, yang dipentingkan di sana adalah karakterisasi dari masing-masing kurcaci tadi. Karena memiliki penampilan yang sangat kartun apalagi setiap karakter kurcaci cenderung harus berekspresi secara berlebih-lebihan (exaggerated) , maka gerakan-gerakan yang dibuat memiliki ruang jeda yang cukup luas bagi kemungkinan kesalahan gerakan. Tetapi saat menggarap Snow White yang notabene terlihat sebagai sosok putri dengan unsur manusia yang tinggi, maka seluruh gerakan yang dibuat harus benar-benar mendekati gerakan manusia. Jika tidak, maka gerakan yang `salah’ tadi akan membuat Snow White menjadi aneh (out of character). Bagaimana kita menentukan tingkat penyederhanaan dalam kartun ini menjadi penting karena para pencerita dalam berbagai media telah mengetahui bahwa cara untuk melibatkan pemirsa adalah dengan meningkatkan tingkat identifikasi pemirsa terhadap karakter dalam cerita. Dan karena identifikasi pemirsa pada karakter-karakter dalam cerita merupakan spesialisasi kartun, maka film kartun/animasi memiliki keuntungan dalam mendobrak masuk ke dalam budaya popular Animasi dan Nilai-nilai Kemanusiaan/ Human Interest Melihat potensi animasi yang dengan kekuatan kartunnya mampu melintasi batas-batas usia, gender, ras hingga Negara, maka media ini bisa pula dimanfaatkan untuk menyentuh tematema yang tidak biasa bahkancenderung tabu tanpa menimbulkan gejolak jika hal yang sama disampaikan oleh media yang lebih realistik. Salah satunya adalah film animasi dengan tema-tema yang terkait dengan nilai-nilai kemanusiaan (human interest). Menariknya adalah melihat bagaimana kisah-kisah yang sebenarnya tidak enak di sini bisa ditampilkan secara menyentuh, tidak membuat kita marah terhadap `ketidakadilan’ dalam perlakuan sosial masyarakatnya tetapi justru membuat kita merenung dan tergerak untuk berbuat yang lebih baik bagi lingkungan kita. Karena apa yang ditampilkan dalam antologi animasi ini adalah sebuah potret yang jujur tentang apa yang terjadi di lingkungan kita sendiri. Memang, bagaimanapun tetap tidak mudah dalam mengangkat tema-tema yang sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan ke dalam format animasi. Meski secara bentuk medium animasi telah memiliki kelebihan-kelebihan karena sifatnya yang berbasis pada dunia kartun yang lebih mudah untuk diterima masyarakat luas, tetap dibutuhkan kebijakan dan kehati-hatian dalam pengungkapannya. Pemilihan tema serta pendekatan seperti apa yang ingin digunakan saat membuat film animasi dengan tema-tema seperti ini akan memegang peran yang sangat penting. Ada tema-tema yang lebih masuk jika disampaikan melalui pendekatan humor dan komedi tetapi sarat akan unsur-unsur satir, ada juga tema yang lebih mengena dan menyentuh jika disampaikan melalui pendekatan yang lebih realistis. Juga bagaimana menentukan tentang bagaimana kisah tadi diceritakan (plot dan storytelling) . Apakah menggunakan pendekatan langsung (straight to the point) ataukah dengan sindiran halus,ataukah dengan jalan memutar dan pemanfaatan unsur simbolisasi? Di sinilah, kepekaan dari seorang sutradara dan animator akan memegang peran yang cukup krusial. Media animasi, seperti halnya media-media lainnya memiliki cakupan pemanfaatan yang hampir tidak terbatas. Didukung dengan dasar medianya yang berawal dari gambar dan kartun membuat animasi memiliki beberapa keunggulan, terutama dalam bagaimana animasi bisa dengan mudah diterima oleh beragam kalangan masyarakat dan kemampuannya untuk survival, bertahan untuk berada di dalam pikiran kita dalam jangka waktu yang sangat lama. Maka akan sangat
Disayangkan jika potensi seperti kemudian jatuh terjebak stigma-stigma yang akhirnya membatasi kemungkinan eksplorasi media tersebut Salah satu potensi yang bisa dimanfaatkan adalah menggunakan media animasi untuk merambah tema-tema kemanusiaan/ human interest. Melihat kondisi social masyarakat kita saat ini, tampaknya menjadi hal yang penting untuk mengedepankan pentingnya nilai-nilai kemanusiaan tadi sebagai potret yang jujur terhadap apa yang sedang terjadi di sekitar kita, mengangkat dan menyentuh persoalan-persoalan yang kritis, tetapi tetap berhati-hati dalam penyampaiannya karena yang dituju adalah kondisi yang lebih baik. Media animasi tampaknya memiliki potensi besar yang bisa dimanfaatkan untuk itu, dan sekarang tinggal bagaimana kita, terutama kalangan animator untuk menyikapinya.
 Terima kasih.
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar